Penikmat Kopi (cerpen)

credit : google.com

kala itu hujan jatuh dengan syahdu, membuatku ragu untuk tetap berlalu.
kaki ku enggan melangkah, terlalu berat seperti ada gravitasi yang menarik ku ke suatu tempat. Ku ikuti medan yang terus menarik hatiku, Ku datangi kedai kopi yang sedari tadi memanggilku..

"tring tring tring"

pintu putih itu menyambutku dengan bel nya yang merdu. Tak lama seseorang membangunkan lamunanku.

" mau pesan apa mba?" ku jawab " hot cappucino less sugar ya mas"
jawabku dengan singkat, entahlah aku ingin lekas duduk menikmati rintik hujan berharap rasa sakit itu ikut tersapu olehnya.

Kupilih bangku pojok yang terlihat nyaman dan terasa begitu hangat. Entahlah, bangku itu seperti memiliki gaya gravitasi yang lagi-lagi menarikku untuk mendekat.

Kutatap kosong kehidupan diluar sana, dan lagi-lagi pikiranku berkelana kembali ke saat itu. Ah bodoh!! kenapa lagi-lagi sosok bahagia nya dengan wanita itu kembali muncul. Lelaki bodoh yang seharusnya tidak aku perjuangkan sekeras ini, nyatanya sakitnya lebih keras dari apa yang telah aku perjuangkan. Kenapa hukum newton aksi-reaksi seolah tidak berlaku, ah entahlah.  

Tak lama seburat senyum mengganggu lamunan ku. "kopinya mba" katanya "eh iya" kataku.

Setelah itu dunia ku kembali kelabu.

"tring tring tring"

Pintu itu kembali berbunyi, tanda seorang ikut masuk kedalam duniaku atau malah akan pergi meninggalkan ku. Ah meninggalkan aku? kata-kata yang seminggu ini paling menghantuiku. Ah sudahlah rasanya aku sudah gila dengan hipotesa-hipotesa yang selalu mengarah ke dia. 

"aww sial, masih panas" gumamku sesaat setelah menyeruput kopi, sepertinya dunia hari ini bukan miliku.

"pelan-pelan mba, kopi itu diminum untuk dinikmati" aku hanya mengernyitkan dahi kala itu. Bukan karena heran dengan saran nya yang aneh, tapi karna sosok itu dengan enaknya memonopoli bangku didepan ku.

"eh" kata ku, dan sepertinya sosok hangat berkacamata dengan balutan sweater biru dongker itu sudah mengerti maksud kata singkatku, tanpa perlu aku perpanjang.

"kosongkan? biasanya saya disini, ini tempat favorit saya mba. Biasanya sih kosong gaada yang mau duduk disini, tapi gravitasi  selalu membawa saya kemari. Makanya saya kaget kok tiba-tiba mba disini, kena gravitasi juga hehe?" 

"orang aneh" pikirku saat itu. Tapi entahlah, kenapa senyum simpulmu terus menghantuiku. Membuatku ingin memperlambat waktu. Aroma kayu manis dari tubuhmu seolah menghipnotisku. Seakan menggambarkan sosok lembut, manis namun penuh kemisteriusan. Balutan baju biru dongkermu seakan menambah nilai teduh yang tergambar. 

Sesekali ku curi sepersekian detik untuk melihat wajahmu. Sengaja kuperlambat tempo menyeruput kopiku. Bukan, bukan karena aku mengikuti kata-katamu. Tapi sungguh, saat itu aku menikmati peranku menjadi penikmat kopi, dipandang untuk dinikmati. Ah tidak tidak rasanya pikiraku sudah gila. Ingin rasanya kau menyapaku, tapi nyatanya kau sudah terlalu sibuk dengan duniamu. Sudahlah, peranku saat ini hanya sebagai penikmat kopi, jangan lancang diam-diam menjadi penikmat kamu. Batinku terus mengumpat.

waktu terus berlalu

Akhirnya kopiku habis, begitupun waktu ku dengan mu.  
"ah habis" gumamku saat itu.

"Awan" tangan itu terulur dihadapan ku.

"Eh" lagi-lagi kata eh yang keluar dari mulutku, aahhh bodoh umpatku dalam hati. 
Jadi ini aku harus apa? duh dia ngajak aku kenalan? Bodoh.. Lagi-lagi aku bertingkah bodoh.

"Ahaha sepertinya aku harus beli kamus eh. bagaimana jadi penikmat kopi? menyenangkan bukan. sengaja aku tidak mengganggu"

Aku hanya bisa tersipu merutuki kebodohan ku, jadi selama ini dia diam? ah sudahlah sia-sia waktu ku. Tau gitu kuhabisi kopiku dengan ritme lebih cepat. Bodoh-bodoh, sumpah serapah bergelut dalam pikiranku.

Tanpa berpikir panjang "senja"

Ya  kini aku sangat menikmati peranku. Bukan sebagai penikmat kopi. Tapi sebagai penikmat kamu.

Comments

Popular Posts